Batik Seragam
BATIK; ANTARA KEINDAHAN DAN PREMIS
Sejak dahulu Indonesia terkenal
sebagai negara yang kaya akan keragaman budaya. Mulai dari beragamnya tarian
khas, alat musik, rumah adat dan lain-lain, termasuk batik. Batik yang merupakan
seni melukis di atas kain digambar dengan pola dan dengan cara pembuatan yang
khusus yaitu menuliskan atau menempelkan zat lilin (malam) pada kain. Sehingga
tak dapat disalahkan jika ada sebuttan lain untuk batik, yaitu kain bergambar
yang sudah mempunyai pola dan cara penggambaran khusus dengan cara menempelkan
atau menuliskan malam (zat lilin) pada kain tersebut.
Saat ini diketahui bahwa setiap
daerah mempunyai batik dengan motif khas masing-masing. Motif yang beragam ini dipengaruhi oleh ciri khas budaya dan juga
keyakinan di tiap daerah tersebut. Total motif yang tercatat pada kain batik di
Indonesia sekarang adalah 30 jenis motif. Hampir menyamai jumlah provinsi di
Indonesia.
Setiap
motif yang dituliskan pada selembar kain hingga menjadi batik mengandung filosofi
serta makna tersendiri. Motif yang hendak dilukis benar-benar dipilih kenidahna
dan makna yang dikandungnya. Ada unsur estetika dan etika disitu. Hasilnya tidak
hanya sekedar kain yang digunakan untuk menutup tubuh, namun mempunyai arti
yang sangat mendalam bagi masyarakat di daerah itu. Sehingga tak jarang
ada motif batik yang disakralkan dan hanya boleh digunakan oleh kalangan
tertentu.
Dalam
perkembangannya batik pun digunakan
dengan padu-padan yang dipakai secara bersamaan untuk mengaktualisasikan
kekompakan. Diberbagai sekolah, perusahaan, komunitas banyak sekali dijumpai
penggunaan batik sebagai bentuk identitas kolektif. Batik yang digunakan bercorak
sama, bermotif menarik dan benar benar mewakili komunitasnya.
Komunitas
dengan pakaian seragam terkesan lebih solid dan memiliki jiwa korsa yang lebih
tinggi dibanding komunitas dengan pakaian kasual biasa. Setiap anggota
komunitas mewakili komunitasnya, demikian pula sebaliknya. Seakan antara
individu dalam komunitas terikat dalam satu kohesi saling menguatkan komunitas
itu.
Sederhananya,
antara komunitas, batik seragam, dan keterikatan keanggotaan merupakan sebuah premis.
Jabaran landasan kesimpulan itu terkesan ekstrim dengan silogisma; “ini merupakan
komunitas dengan individu berseragam batik, selagi berseragam batik maka individu
itu adalah anggota komunitas”.
Sekiranya
silogisme diatas benar, apakah patut dipertentangkan lagi antara keindahan
batik dan premis yang dikandungnya ?
Yuk
kita jawab singmasing...
Komentar
Posting Komentar